Menengok Rutinitas Nietzsche, Kant, dan Einstein

Friedrich Nietzsche
Friedrich Nietzsche (bbc.co.uk)

Saya selalu bertanya-tanya, kira-kira apa saja yang dilakukan oleh para filsuf setiap harinya.
Apakah mereka selalu membaca atau bekerja selama beberapa jam sehari? Apa yang mereka pikirkan ketika sedang sendiri? 
Lalu, mengapa ada yang mencurahkan banyak waktu untuk pekerjaannya dan ada yang menyisihkan sangat sedikit waktunya untuk bekerja tetapi masih produktif?
Setelah mengulik dan membaca beberapa kebiasaan para filsuf, penulis dan para pemikir besar, saya mendapatkan satu kesimpulan bahwa sebagian besar dari mereka memiliki rutinitas yang stabil. 
Hal ini terlihat ketika mereka memulai harinya dengan rutinitas tersebut. Monoton? Mungkin. Membosankan? Belum tentu. Meningkatkan rasa disiplin? Sudah pasti.
Filsuf ternama Yunani setelah Socrates dan Plato, Aristoteles, pernah berkata, “Kita adalah apa yang kita lakukan berulang kali. 
Jadi, kualitas diri tidak hanya tercermin dari tindakan kita, melainkan dari kebiasaan kita. 
Dalam hal ini, Aristoteles memberi tahu kita kalau rutinitas akan memberikan rasa peka terhadap struktur kehidupan yang sedang kita jalani. 
Dengan rutinitas yang stabil, kita dapat membangun rasa kepemilikan dan keteraturan di dalam kehidupan kita. 
Jadi, bisa disimpulkan kalau rutinitas adalah senjata rahasia dari para pemikir besar selama berabad-abad. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang membuat rutinitas harian yang sangat ketat.
Rutinitas akan membebaskan pikiran kita dari hal-hal tidak penting yang dapat mengalihkan perhatian, sehingga kita dapat dengan mudah menyelesaikan pekerjaan secara maksimal. 
Maka dari itu, jangan kaget kalau banyak filsuf yang sangat produktif karena pikiran kreatif mereka sangat bergantung pada rutinitas harian yang mungkin terlihat membosankan bagi kita.
Friedrich Nietzsche, seorang filsuf Jerman yang menjadi salah satu pemikir paling berpengaruh di abad ke-20, dikenal sebagai seorang early bird
Nietzsche juga sering menghabiskan waktunya sendirian (me time). Dalam buku Friedrich Nietzsche: A Biography, penulis Curtis Cate menjelaskan rutinitasnya sebagai berikut:
“Dengan kedisiplinan ala ‘Spartan’ yang tidak pernah berhenti memukau bapak kostnya, Nietzsche selalu bangun setiap pagi ketika langit fajar masih abu-abu, dan terus bekerja tanpa henti hingga pukul 11 siang. Dia kemudian pergi berjalan-jalan dengan cepat, dua jam melalui hutan terdekat, di sepanjang Danau Silvaplana atau Danau Sils. Terkadang, ia berhenti sejenak untuk mencatat ide-ide yang muncul ke dalam buku catatan yang selalu dibawanya.
Betul kalau Nietzsche adalah seorang workaholic. Dia menggunakan rutinitasnya yang monoton untuk fokus pada menulis, membaca dan memahami ide-ide baru. Jadwalnya sangat disiplin dan konsisten. 
Namun, ia juga banyak berkeliaran dan berpikir sambil berjalan. Nietzsche sendiri pernah berkata bahwa, “Semua ide hebat dapat muncul dan dibayangkan ketika sedang berjalan.”
Immanuel Kant
Immanuel Kant (sociologifamosi.it)

Immanuel Kant, salah satu filsuf paling berpengaruh dalam perkembangan filsafat Barat, juga menerapkan rutinitas yang stabil. Menurut Manfred Kuehn, penulis Kant: A Biography, inilah jadwal hariannya:
“Dia bangun jam 5 pagi. Pembantunya yang bekerja untuk Kant dari tahun 1762 hingga 1802, Martin Lampe, akan membangunkannya. Lampe diperintahkan untuk selalu mengingatkannya, sehingga Kant tidak akan tertidur melebihi waktunya. Kant tidak pernah terlambat bangun walau hanya setengah jam, meskipun dia selalu merasa sulit untuk bangun pagi. Tampaknya, ia selalu tidur dan bangun tepat waktu. Setelah bangun, Kant akan minum satu atau dua cangkir teh, kemudian merokok tembakau. Waktu merokoknya dikhususkan untuk meditasi.
“Kuliahnya dimulai pada pukul 7 pagi dan akan berlangsung hingga 11 siang. Setelah kuliah selesai, ia akan mengerjakan tulisannya sampai waktu makan siang. Setelah makan siang, Kant akan berjalan-jalan dan menghabiskan sore hari bersama temannya. Sehabis pulang, ia akan melakukan pekerjaan ringan kemudian membaca.
Selain Nietzsche dan Kant, Charles Dickens juga dikenal suka berjalan kaki tiga jam setiap sore sambil mengamati banyak hal yang menjadi inspirasi tulisannya. 
Sedangkan Ludwig van Beethoven sering berjalan-jalan setelah makan siang sambil membawa pensil dan kertas untuk menulis inspirasi yang muncul.
Rutinitas memang memungkinkan kita untuk melakukan lebih banyak hal. Namun, mereka hanya memberi ritme, keteraturan, dan bahkan kesenangan hidup sesuai dengan aturan yang kita buat sendiri.
Tentunya, para pemikir yang hebat tahu relevansi untuk menghentikan pekerjaan mereka untuk berpikir sejenak dan merenung. 
Penelitian terbaru juga telah menunjukkan kalau downtime (istirahat dengan sengaja) secara teratur dapat meningkatkan kewaspadaan, energi, produktivitas, kreativitas dan fokus mental. 
Oleh karena itu, meskipun memiliki rutinitas yang padat, Charles Darwin tetap meluangkan waktunya untuk melakukan jalan-jalan kontemplatif. 
Ketika sedang mengerjakan teori evolusinya yang terkenal, Darwin selalu berjalan setiap hari untuk berpikir, dan yang terpenting untuk mengamati dan memperhatikan alam sekitarnya. 
Darwin senang berjalan dengan rute yang sama setiap hari dari rumahnya melalui hutan rindang yang ia sebut sebagai thinking path.
Albert Einstein (scienceblogs.de)

Tak hanya Darwin, Albert Einstein juga dikenal sering bersantai dengan memainkan biolanya ketika sedang beristirahat sembari memikirkan proyek-proyeknya. 
Einstein mengklaim kalau bermain musik adalah perpanjangan dari pemikirannya dan bahwa istirahat sejenak akan membantunya untuk menyelesaikan tugas yang rumit. 
Einstein sendiri akan tidur nyenyak hingga 10 jam semalam dan akan tidur siang secara berkala.
Setelah membaca kebiasaan mereka, kita tahu kalau para pemikir terbesar dalam sejarah mengoptimalkan kehidupan sehari-harinya untuk mencapai tujuan mereka. 
Singkatnya, rutinitas adalah senjata rahasia mereka. 
Saat ini, kita hidup di tengah ketidakpastian hidup yang seringkali membuat kita stres. Untuk mengatasi hal ini, rutinitas yang produktif dapat memberikan “jangkar prediktabilitas” agar kita dapat mengatur kehidupan kita sebaik mungkin. 
Rutinitas harian yang stabil juga membantu kita agar dapat menyediakan waktu untuk hal-hal yang paling berarti bagi kita. 
Memang, rutinitas harian dapat menjadi game-changer dalam hidup dan karier kita. Namun tetap saja, kita juga perlu meninjaunya sesekali untuk mencari tahu rutinitas mana yang berhasil dan mana yang tidak. 
Dengan begitu, kita dapat terus melakukan hal yang produktif dan sebisa mungkin mengindari pemborosan waktu untuk kegiatan yang kurang produktif. 

Komentar

  1. Saya sangat kagum dengan tulisan mas sandy pradhana, awal mula membaca dari IDN, kemudian saya cari di blog, semoga saya suatu saat bisa bersua dan mendengarkan diskusi dari Mas Shandy

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Mas Sanik atas apresiasinya hehe ayo ditunggu untuk diskusinya

      Hapus

Posting Komentar

Iklan

Postingan Populer