Eksistensialisme dan Hidup Bebas ala Nietzsche
Sosok Friedrich Nietzsche sering disalahartikan sebagai sosok jahat yang terobsesi
dengan nihilisme dan konsep “Tuhan sudah mati.”
Hal ini wajar, terlebih jika mengingat kalau ide-idenya
cukup meresahkan para kaum fundamentalis agama pada masa itu.
Lewat konsep “Gott
ist tot,” Nietzsche berani menghadapi kemungkinan kalau konsep
“Tuhan” yang selama ini disembah manusia itu kosong dan tidak bermakna.
Namun,
Nietzsche tidak hanya melihat konsep tersebut dari sisi kontroversi yang akan
ditimbulkan, melainkan juga dari sisi positif yang dapat disajikan
olehnya.
Bisa dibilang kalau keindahan dari karya-karyanya berasal dari visinya
yang berani mendobrak gagasan kuno tentang bagaimana kita harus hidup.
Sejak Zaman Kegelapan, konsep “mors certa, hora incerta” (kematian pasti, waktunya yang tidak pasti) yang muncul dari teologi Kristen telah merangkum pandangan hidup yang terobsesi dengan kematian.
Melalui nihilisme
eksistensialnya, Nietzsche menjelaskan kalau kita dapat mengembangkan cara hidup baru yang lebih bermakna dan, pada akhirnya, menjadi seorang Adimanusia.
Penghiburan dan Tujuan Hidup Manusia Melalui Eksistensi Tuhan
Bagi Nietzsche, di mana ayahnya adalah seorang pendeta
Lutheran, mustahil untuk mempertahankan iman kepada Tuhan di tengah dunia yang dipenuhi oleh pemikiran saintifik.
“Tuhan sudah
mati,” ucap Nietzche. “Tuhan tetap mati, dan kitalah yang telah membunuhnya.”
Menurut pandangan mors certa, hora incerta, jika kita tidak menderita
untuk lebih dekat dengan Tuhan, lalu apa gunanya hidup ini? Jika Tuhan sudah
mati, lalu siapa yang akan menanggung semua kesulitan di dalam hidup kita?
Memang betul kalau konsekuensi dari
kematian Tuhan memang mengerikan, walau di satu sisi juga turut membebaskan kita.
Dalam The Gay
Science, dijelaskan kalau Nietzsche mendapatkan berita tentang “kematian
Tuhan” dari seorang pria yang marah dan ketakutan ketika membayangkan seperti
apa kehidupan tanpa Tuhan itu.
Baginya, jika Tuhan tidak ada maka kita akan ditinggalkan sendirian. Tanpa Tuhan, kita akan terombang-ambing
di alam semesta ini tanpa tujuan.
Namun menurut Nietzsche, keadaan nihilisme ini—gagasan
bahwa hidup tidak memiliki makna atau nilai—tidak dapat dihindari.
Kita harus
melewatinya, walau hal itu terlihat menakutkan dan menyakitkan.
Eksistensialisme Nietzche: Fajar Baru bagi Umat Manusia
Bagi Nietzsche, nihilisme dapat menjadi
jembatan bagi umat manusia untuk menjadi makhluk yang baru.
Karena menurutnya, manusia adalah “hewan tanpa bentuk” (undetermined animals) yang dapat diubah dan dibentuk berulang kali dengan mudahnya.
Lanjutnya, tugas kita adalah berubah dari manusia kuno yang terkonsepkan dalam doktrin agama menjadi apa yang disebut Nietzsche sebagai Übermensch (Adimanusia).
Dalam pandangan teologisnya, Nietzsche berpendapat bahwa perlahan tapi pasti Kristen dan agama lainnya akan
menghancurkan dirinya sendiri di era saintifik.
Hal ini ironis, mengingat ketika kita sedang menjunjung tinggi
kebenaran sebagai suatu kebajikan, kita juga sedang diarahkan pada kejujuran
intelektual yang akan berujung pada penolakan terhadap iman kepada entitas yang mahatinggi.
Kita semua tahu kalau pencarian manusia
akan kebenaran telah melahirkan hasrat mendalam kepada pengetahuan.
Di zaman modern,
pencarian jawaban atas pertanyaan-pertanyaan paling sulit di dalam kehidupan ini menjadi hasrat terbesar bagi kita, yang seringkali melebihi hasrat penyembahan kepada sosok Tuhan itu sendiri.
Singkatnya, kita mencari alasan paling
akurat untuk eksistensi manusia yang kemungkinan besar dapat ditemukan lewat sains alih-alih agama.
Di saat kita mengetahui dan menerima bahwa kita hanyalah manusia yang dapat berbuat salah—tanpa tuntutan untuk menjadi baik sesuai
standar agama dan ilahi—hidup kita akan menjadi lebih ringan.
Ketika Nietzsche menulis Dawn of Day, ia menyebutkan kalau kematian
Tuhan telah menghilangkan konsep hukuman ilahi yang selama ini menjadi ancaman bagi umat manusia, sehingga membuat kita bebas untuk menjalani hidup.
Dengan “membunuh Tuhan,” kita dapat
mengambil kebebasan ini untuk kemudian bertanggung jawab atasnya dengan kedua tangan kita
sendiri.
Lewat pemikiran ini, Nietzsche menjunjung pandangan humanisme sekuler untuk hidup yang lebih bebas. Dengan kata lain, Nietzsche mendorong kita untuk
memperlakukan hidup seperti penciptaan karya seni.
Layaknya seorang
seniman, kita diajarkan untuk memiliki toleransi dan merayakan kehidupan kita sendiri
dengan mengembangkan sebuah seni kehidupan, di mana
kita memandang diri sendiri dari kejauhan sebagai layaknya sosok pahlawan untuk diri kita sendiri.
Sampai hari ini, Nietzsche masih
memberikan pengaruh yang besar pada filsafat modern.
Banyak orang yang mungkin mengaitkan
keyakinan Nietzsche dengan fakta bahwa kita sedang hidup di dalam keadaan krisis, sebuah
zaman yang ditandai oleh kerusakan yang ditimbulkan oleh fundamentalisme agama.
Untuk
mengatasi hal ini, Nietzsche menawarkan kita sebuah jalan kebebasan di mana kita dapat membuat makna dan tujuan hidup kita sendiri, daripada harus menghadapi
konsekuensi mengerikan dari para kaum fundamendalis yang memaksakan kepercayaannya kepada kita.
Further
reading:
Komentar
Posting Komentar